Jumat, 30 September 2011

Au aah gelap..

Aku pingin sendiri, dimana aku ga bisa menemuin siapapun bahkan wajah manisku sendiri (hihihihii..) dalam cermin. Bosan dengan hari-hari yang hanya sibuk mondar-mandir kampus, kosan, tempat makan/ngopi, habis uang pinjam sana-sini, nunggu kiriman uang, dasar derita anak kosan.

Bangun tidur kelaparan, kangen makanan yang siap santap waktu dirumah dan semenjak 2 tahun lewat, kalau ga ada uang ya ga makan, ada uang malas keluar ya ga makan juga. Masak sendiri dong! Itu yang jadi masalah hahahhaa.. Derita amat sih? Maksa mandiri! Sekarang aja agak enakkan, punya pacar pengertian yang sering bawain makanan, masakan ibunya (so sweet..).

Dan yang jadi masalah terbesarnya ya ini, galau boo! Lagi-lagi salah pilih, bodoh sih. Ga mikir berkali-kali sih. Ujungnya ga guna juga kan yang dipilih, sebenernya guna ga guna juga sih. Tapi gimana lagi, dibuang sayang, dibiarin? Au aaah gelap..


Kamis, 29 September 2011

Perempuanmu, lukisanmu..



"Rasanya, butiran demi butiran halus serbuk conte dalam goresan lukisan wajah perempuan cintaannya wakilkan rasa suka cita, entah sebesar apa perasaannya. Setidaknya akan ada sesuatu yang bisa diingat dan dilihat suatu saat nanti, saat mereka tua."

Sayang, teruslah lukis apa yang kau suka, tunjukkan bagaimana perasaanmu sebenarnya. Agar aku dapat terus menulis atas perasaanku tentangmu, tentang lukisanmu. Karna begitu sulit, kau habiskan waktu dini harimu hanya untuk curahkan perasaanmu, lewat lukisanmu. 

Selasa, 27 September 2011

Ala sinetron Indonesia

Aku adalah orang pertama dalam sebuah cerita, penulis naskah sekaligus pemerannya. Kau adalah orang kedua, dimana menjadi temanku berdialog tentang cinta-cintaan, tren anak muda. Hari-hari habis begitu saja cinta, cinta dan cinta. Seperti bahasa anak jaman sekarang, unyu-unyu julukannya.

Beberapa bulan berjalan, layaknya sinetron stripping beratus-ratus episode yang tak berkesudahan, datanglah orang ketiga yang tak kuundang. Tidak ada dalam cerita yang kutulis, tidak ada casting sebelumnya. Yah, namanya juga sinetron kalau tidak ada biji mata yang mau keluar, tidak ada tangis buaya, tidak ada liarnya kemarahan khas sinetron Indonesia, mana bisa laku? Baiklah, aku dan kau simak bagaimana akting dan dialognya, kita ikuti alur ceritanya.

Atas nama cinta

Sayang, darahmu begitu segar, merah seperti buah delima. Apa kau terluka? Maaf, salahmu biarkan aku menggrayangimu. Sayang, kenapa kau begitu pasrah? Tidak berontak hinggaku tak lagi tertantang. Aaah, kau payah. Pergilah ke kamar kecil disudut kamar, akan kubersihkan bercak darah ini yang kau buang tanpa syarat. Berjalanlah ia pelan, menangis mendengar perkataan kekasihnya. Sayang, kenapa kau lama sekali didalam? Urusan kita belum selesai diatas ranjang. Makin keras tangisannya, mendengar perkataan lelakinya yang makin tidak pantas, menusuk telinga hingga ke dada semoknya. Keluarlah ia dengan pakaian lengkap seperti semula sebelum dilucuti lelakinya, mendekatlah ia pada lelakinya dan seketika gamparan mendarat dipipi berewok lelakinya "Plaaaaak!". Aku berani, aku pasrah karna mencintaimu bukan karna aku murahan! Teriaknya sambil menangis. Lelakinya pun berdiri dari pinggiran ranjang yang ia duduki, medekat dan memeluk kekasihnya sambil berkata, maafkan aku sayang, aku hanya ingin memastikan bagaimana besar "Atas nama cinta" yang biasa kudengar dari Rosa.

Nikmatnya cinta segelas kopi dan dinding kamar ini

Kemarin, aku ditinggal pergi, hari ini aku sendiri, dan esok sebaiknya aku menyendiri, tanpa ada yang pergi, tanpa ada yang memaksaku untuk sendiri. Begitulah hari-hariku sekarang ini, yang semakin hari semakin akrab dengan sunyinya dinding kamar.

Pagi hari, aku lupa dengan segelas kopi hitam malam tadi, setelah selesai kucumbui tanpa kusudahi. Kucicipi lagi sedikit basahi bibir hitam ini akibat rokok yang tak sudah-sudah, dan ternyata masih manis seperti nikmatnya malam tadi. Ya, aku hanya bisa bercinta dengan segelas kopi, bertiga dengan dinding kamar yang setia menyimak kami bergulat tanpa desahan. Wah, dasar perempuan edan!

Jumat, 16 September 2011

Hati hitam

Hatiku hitam karena sampai saat ini aku belum bisa memaafkan kesalahan (seseorang) sendiri. Cukup aku dan Tuhan yang pahami semua itu, gema takbir jadi saksi usahaku mengikhlaskan kemarahan yang tak terpadamkan sebelum semua itu mengeras menjadi batu (dendam).

Anjing II

Aku berani tatap dan temui bajingan yang terus bersembunyi dari hal memalukan sebagai laki-laki. Aku tak lagi patah! Anjing kau punya wajah. Argh! Berhentilah berkeliling diisi kepala, buat kemarahan keluarkan asap dari telinga.

Anjing

Seperti anjing rumahan, punyai tuan, hidup berkecukupan kasih sayang dan makanan. Saat dibebaskan untuk segaran, berkeliaran dijalanan masih saja mencari sisa-sisa makan disampahan. Miris tapi itulah kenyataan, meski tidak semua dari mereka tapi itu yang terlihat dimana mata melihat sekitaran. Jangan merasa jika tidak seperti apa kata saya, ini hanya rasa muak yang masih tersisa, masih terbenam tanpa dendam yang harus saya buang dengan cara yang saya punya, dan inilah hasilnya. Tulisan ini tak maksud mencerca/caci maki suatu kaum terutama pada sang anjing diatas (maafkan saya, ini hanya sebuah imagery semata).

Coldplay - The scientist

 

Blog Template by YummyLolly.com