Jumat, 30 Maret 2012

5 tahun sebelum "Dhasa"

Dekatkan, sentuhkan telapak tangan lembutmu, biarkan ia bersetubuh mulai dengan alis, kelopak mataku, hidungku, pipiku, bibir tipisku, dan belahan daguku. Sentuhlah perlahan-lahan dengan mata terpejam, ingatlah Sayang, semua lekuk wajah dan tubuhku yang telanjang. Kamar ini redup, lampu tidur yang sengaja aku hidupkan, hanya saat bersamamu, saat malam. Aku tak ingin cermin dan meja rias, lemari pakaian, jam bersama dinding, dan pendingin ruangan asik pandangi kita diatas ranjang.

Kinasih : Sebentar Sayang. 
Dhasa : Kenapa? 
Kinasih : Aku tak lagi meminum pil kb. 

Cemaslah laki-laki yang masih berada diatas tubuhku, seketika pun ia bangun dan duduk dipinggiran ranjang.

Dhasa : Bagaimana bisa kau tidak meminumnya lagi?
Kinasih : Karena aku menginginkannya!
Dhasa : Bagaimana kalau kau hamil? Aku tak mungkin menikahimu!
Kinasih : Kenapa tidak? Jika tidak bisa kenapa kau menyetubuhiku setiap kali dia pergi?
Dhasa : Karena...
Kinasih : Karena apa? Karena dia lagi?

Dhasa..

Sore ini (Rabu) hujan cukup deras, rasa lapar pun tak bisa terelakan karena sejak kemarin pun aku belum juga makan. Aku putuskan untuk memasak mie kuah instan, cocok dengan cuaca dingin sore ini. Sembari menunggu air dalam panci mendidih, kuputar playlist di mp3 player, masih aman. Akhirnya air mendidih, tak berapa lama mie kuah instan pun masak. Kubawa semangkuk mie kuah instan ke dalam kamar, barulah kuletakkan semangkuk mie kuah instan diatas meja tulis, tiba-tiba selera makan hilang, seketika.

Aku duduk dipinggiran ranjang, dengan tatapan kosong, pikiran melayang entah kemana-mana. Hujan sudah mulai reda, semangkuk mie kuah instan yang kuletakkan diatas meja, sudah tidak lagi enak dipandang. Selera makan hilang, sekejap perut terasa kenyang, selalu seperti ini. Setiap kali Sigur ros melantunkan rindu dan rasa bersalah ditelinga, meresap ke kepala, dibawa oleh oksigen ke dada, bercampur dalam darah. Aku gila, tiap kali mendengar semua nyanyiannya. Aku benci Sigur ros, tapi kecintaanku padanya jauh lebih besar dari segala. Bukan Sigur ros yang aku permasalahkan, yang buatku merasa tidak waras, tapi...

Pagi ini (Kamis), aku dibangunkan oleh Pak pos yang mengetuk pintu depan, mengantarkan sebuah amplop berwarna coklat. Karena aku belum cukup penasaran, kuletakkan diatas meja depan televisi. Seperti biasa, setiap pagi, aku pergi ke dapur, minum segelas air putih, kemudian pergi ke kamar mandi. Setelah selesai, aku duduk di sofa depan televisi, tidak seperti biasanya aku ingin menonton acara berita pagi. Saat mengambil remote televisi diatas meja, tiba-tiba rasa penasaran datang, kuambil amplop coklat tadi, tanpa melihat siapa nama pengirimnya, langsung kurobek sisi kanannya, dan isinya.

_______________________________________________________________________

"Dear Dhasa,
Maaf, jika surat ini akan mengejutkanmu atau bahkan bisa merusak kebahagiaan hari-harimu nantinya, aku hanya ingin memperkenalkan apa dan siapa yang seharusnya kau kenal, sejak dulu. Kunamai dia sama sepertimu, Dhasa.



                                                                                                                     Kinasih.."
_______________________________________________________________________

Kurogoh amplop coklat tadi, selembar foto anak kecil, perempuan, berponi, berambut lurus, panjang dan punya mata coklat yang indah. Mataku sudah berkaca-kaca, menerka-nerka, terkejut karena rasa tidak percaya akan tulisan dibalik foto "Dhasa, putrimu."

Kamis, 29 Maret 2012

Seandainya, aku dan kau tak berjarak..

Aku takut, aku akan kelelahan, menahan rindu yang tak berkesudahan.
Setiap kali senja mulai menghilang, berganti malam, angin dan gelap malam,
sama-sama menyakitkan dengan rindu yang telah lama berantakan.
Aku lelah, Sayang.
Aku tak ingin ada orang lain yang merapikan,
aku enggan mendua bahkan dengan bayanganmu dalam mata.
Aku takut, aku akan bosan.
Setiap hari menunggumu pulang, habis terang, habis gelap,
semua tak juga usai, tak juga membawamu pulang.
Sesekali, aku ketakutan bukan kepalang,
aku takut, ada yang lain, merapikanmu disana, memberi segala yang tertunda.
Aku takut, Sayang.
Sejenak saja, pulang, peluk seerat apa yang kau bisa,
agar aku tahu bagaimana rasanya, aku dan kau tak berjarak.

Kinasih..

Dhasa : "Kinasih, biarkan aku masuk. Aku hanya ingin masuk, dan aku berjanji tidak akan pergi kemana-mana lagi."

Kinasih : "Lagi? Aku sudah tidak bisa, tak lagi ada yang terbuka untukmu."

Dhasa : "Aku mohon, Kinasih. Apapun, berapapun, asalkan kau membiarkanku masuk lagi."

Kinasih : "Berapapun? Kau pikir semua ini bernominal? Kau tahu seberapa besar aku menghargaimu dulu? Sebesar, sesegala, biarkanmu masuk beberapa kali, sesuka hati. Bosan kau, pergi begitu saja, tanpa tahu apa yang telah kau tinggalkan. Dan sekarang, kau memohon untuk membiarkanmu masuk lagi? Kau pikir aku apa? Aku ini Kinasih, bukan pengemis kasih. Keparat kau! Lihatlah, apa yang kau tinggalkan tahun kemarin, lihat! Karena kebutaanku, ia pun ikut buta karena itu."

Masih, sanda cinta, rindu dan kenangan.

Jika cinta adalah Tuhan dari sajak-sajakmu, izinkan aku, berharap, akulah sajak-sajakmu.
*
Jika tangis itu bahagia, kurelakan air mataku jatuh, untukmu, satu-satunya.
*
Embun pagi, kuhirup, sejukkan isi kepalaku, tidak dengan hatiku, sadarku kau tak lagi disisi.
*
Engkau adalah bayangan diriku. Engkau adalah kenangan yang berdiam dibahuku.
*
Sekeras-kerasnya kerelaan yang aku teriakan, hanyalah sebuah wacana, caraku menyembunyikan duka, selepas, sepergi kau ke lain, pelukan.
*
Dikotak mimpi, dimana kita bisa menjadi satu, sepasang kekasih.
*
Jangan berakhir, seperti janji darah, seperti kitalah yang paling tahu, indah, hanya keindahan yang kita punya; Takdir, berkata lain.
*
Aku akan tetap mengenalimu, mencium harum parfum yang sudah melekat bertahun-tahun dihidungku, sampai akhirnya, tua buatku pikun.
*
Lingkaran, belang, dijari manis kirimu, tanda, bahwa kau masih milikku.
*
Jangan sedih Sayang, kita akan bertemu lagi, dimana kita tak lagi sembunyi-sembunyi, dari Tuhan.
*
Bis kota, pertama kali kita berjejal, menyentuhmu tanpa sengaja; Jatuh cinta.
*
Aku benci pelukan distasiun kereta, seperti kau takkan pernah pulang, meneruskan langkah, memunggungi cinta.
*
Kita, adalah sepasang burung gereja, sepasang kekasih yang terus bercinta, yang tidak mengenal apa itu surga dan neraka.

Rabu, 28 Maret 2012

Sanda cinta, rindu, dan kenangan.

Sebentar lagi, kemarahanku pergi, sementara hujan belum menghentikan kemarahannya; Tenggelam oleh kemarahan, ketidakramahan menghanyutkan.
*
Senja, aku jatuh cinta kedua kalinya; Pada bayangan diri, dipasir pantai.
*
Kau adalah pemitar rindu, ulung. Aku adalah sasaranmu, kenapa rindu tak jua datang padaku?
*
Cinta kita, pradini, terhenti karena kisah yang tak kuingini.
*
Sebelum melanjutkan dan memulas sketsa wajah sendunya, kubisikkan padanya "Sayang, kau tampak cantik hari ini. Izinkan kulukis wajahmu, langsung, terakhir kali.".
*
Bukan hanya bening, aku; Air bening sekalipun tak sejernih, saat mata telanjang melihatnya.
*
Semanis apapun senyum, seteduh apapun tatapan mata, sehangat apapun sebuah pelukan, tidak ada; Kesedihan adalah kesedihan, meretas duka.
*
Kukunyah percakapan malam, kutelan keheningan setelahnya, kemudian semua turun, perlahan. Setibanya, ingin kucerna, muntah tak sengaja.
*
Aku, panda; Menari ria ditaman bunga, khayalan.
*
Matahari pagi melempar senyum sumringah, pada gadis berpayung merah jambu berenda; Pagi yang cerah, hatinya mendung berkabut luka.
*
Jika cinta bukanlah kebohongan, tidak perlu berpura-pura menyukai kopi, memaksakan diri mengganti rokokmu dengan marlboro merah, agar kita terlihat sama, atas apa yang kita cinta.
*
Lekas sembuh, sebab aku tak lagi sabar, menyambut keceriaan dan semua tawa bahakmu, seperti hari-hari sebelumnya.
*
Jangan singgah terlalu lama, jika tak berniat untuk berumah. Jika sebaliknya, kenyamanan menggamak mesra keheningan yang telah lama berumah.
*
Seketika mendung mencuri hujan merah jambu yang telah kutenun berminggu-minggu, sembari aku memastikan, dihatimukah semua itu akan kuturunkan?
*
Setelah pertemuan itu, aku lebih suka bersenandung, tersenyum depan cermin ajaib, yang selalu berkata bahwa akulah yang paling ia cinta.
*
Aku pun tak meminta diriku untuk menjadi hujan, membasahi hatimu, menenggelamkan mata, dan tubuhmu. Pelan-pelan menjelma air bandang.
*
Aku tak meminta diriku menjadi rindu, menjadi tangis, menjadi mawar, yang sewaktu-waktu akan melukaimu.
*
Masih ada pijar cahaya dari sela rongga dada. Biarkan aku tetap seperti ini, mencintaimu tanpa tangan, tak ingin bertepuk sebelah tangan.
*
Kuharap kau takkan keberatan, jika aku mengayuh angin hingga ke seberang, mengembalikan hati yang tersisa, berdebu, dan usang.
*
Dan aku akan membisikkan padamu, sedikit rahasia; Bahwa aku tak lagi mencintai hujan yang sederhana.
*
Suara jam dinding memecah hening, bening dan hening saling adu, mana yang lebih dulu, mendengar detak-detak jantung rindu.
*
Seandainya hening bisa menyumirkan rindu yang tak selesai.
*
Pagi-pagi sekali, aku dibangunkan oleh sepucuk surat rindu, yang tak terduga, yang tak kutahu siapa pengirimnya.
*
Aku sedang dalam pengaruh secangkir kopi papua dan taburan rindu tua diatasnya.
*
Obrolan tadi, meninggalkan remah-remah kenangan, sepanjang jalan pulang, dan akhirnya semut-semut merah berdatangan.
*
Sepasang burung pipit, meratus kencang, tentang cinta, sembari menyulam kenangan dalam sangkar.
*
Sajak, mahatahu; Siapakah tuan, pemilik rindu, cinta dan kisah yang tak selesai.
*
Pagi ini, kucukur kumis dan janggut; Berharap menu makan siang atau malamku nanti, adalah kamu, ciumanmu.
*
Sendiri, duduk memunggungi rindu dibangku taman, sorotan lampu tepat diatas kepala, meretas bayangan, dia yang memelukku, dulu.
*
Pohon yang tinggi dan buahnya adalah rindu ini, petiklah, sebelum tersapu, terbawa angin, tanpa permisi.
*
Aku, penafsir ulung, atas rindu; Menerka samar-samar rindu, meronta-ronta, saat embun mendahuluiku, yang tahu kepada siapa rindumu tertuju.
*
Kediaman terindah, yang tak lagi memperkenankan aku tinggal, hatimu; Bergelandangan, sesekali berkemah, menunggu dibukakan kembali, pintu.
*
Kurekam senyum simpulnya, diam-diam kukemas, kusimpan dibalik mata, sebelum ia tahu, dan berkala dengan mulut tertutup, tanpa senyum.
*
Hatiku ialah kamar tidurmu, berantakan, dimana rindu-rindu berserakan; Semenjak kau temukan kamar, dan teman tidur yang lebih paham permainan ranjang.
*
Kegetiran kopi yang kusesap saat senja, bercinta dengan pai isi rindu, lumer dilidah; Ciuman terakhir.

Selasa, 27 Maret 2012

Adalah akhir, empedu yang kausuapkan padaku.

Aku dan malam, tidak bergeming, menjatuhkan diri pada keheningan, pada keterasingan, sesaat setelah empedu yang kausuapkan padaku, muntahlah aku, jadilah aku.


Aku, bening 
Aku, mata pisau
Aku, batu
Aku, kekejaman
Aku, kepahitan
Akulah binatang jalang
Dan aku bukan perempuanmu


Siapapun, tidak akan pernah ada yang bisa merubahku, karena aku satu-satunya yang tersisa. Ketika segala sesuatu yang lain pergi dan menyebabkan hanya itu semua yang dihati dan kepalamu. Tidak berarti itu harus diikat dengan erat, tidak percaya seakan aku tidak bisa keluar dari pikiranmu, dirimu. Aku sudah mencoba untuk menemukan diriku dalam penentuanmu, sudah berada disana, sudah cukup lama dan menyakinkan bahwa itu tempat terbaik yang diberikan. Tapi itu bukan tempatku, dan aku harus pergi, pergi kemana hati dan kecintaan membawaku, menjauh pergi.

Coldplay - The scientist

 

Blog Template by YummyLolly.com